Malam hari menjelang tahun baru tiba, Jen hanya bisa menatap jendela dan melihat rumah-rumah sekitarnya di kompleks yang tenang itu. Banyak cahaya berkelap-kelip dia lihat. Anak-anak berlari-larian dengan seruan bahagia, bersama orang tua mereka membawa kembang api serta petasan mainan. Lampu dan jalanan yang didekorasi tampak gemerlap dan siap untuk menyambut momen Tahun Baru. “Oh… betapa indahnya,” batin Jen sambil merenung bahwa lagi-lagi tahun barunya bakal sepi. Ayah Jen memang sedang berdinas ke luar negeri sejak lebih dari seminggu yang lalu. Ayahnya sih baik dan mampu memberikan Jen apa yang dia mau, tetapi biasanya Jen hanya bisa bertemu dalam masa yang cukup panjang dengan ayahnya dua kali dalam setahun. Ibunya? Ibu Jen merupakan seorang anggota Majelis Gereja yang sangat sibuk. Di malam seperti ini pasti ibunya sedang berada di gereja dalam kesibukan acara gereja. Kesepian Jen makin terasa perih karena kenyataan bahwa dia adalah anak tunggal. Rasa perih itu makin terasa saat Jen melihat keluarga-keluarga lain merayakan Tahun Baru bersama di rumah ataupun berpergian bersama.
Tak lama kemudian, Jen beride untuk menelepon temannya. Siapa tahu temannya bisa menemaninya menikmati euforia malam Tahun Baru, meski mungkin hanya lewat video. Tuutt… tuutt… Panggilan telepon Jen tak kunjung diterima oleh temannya. Bosan menunggu, Jen membuka akun media sosialnya dan melihat-lihat posting temannya itu, lalu menemukan ternyata si teman sedang menghabiskan malam Tahun Baru bersama pacarnya. Dia kembali mengelus dada. Dalam hatinya dia berkata, “Sudah aku jomlo, orang tuaku sibuk, teman-teman sibuk juga… Tinggal aku sendirian… Mungkin memang nasibku selalu kesepian…”
Sebenarnya bagi Jen, ini bukan pertama kalinya kesepian melanda. Sudah bertahun-tahun dia merasakannya. Momen ulang tahun, Natal, maupun Tahun Baru, tahun demi tahun dia lewati dengan biasa saja, tanpa keceriaan ataupun sesuatu yang spesial. Karena hal inilah, Jen menjadi orang yang terlalu individualis. Semuanya dia kerjakan sendiri, karena memang tidak ada orang yang bisa diandalkan baginya. Biasanya dia tidak sesedih ini, tetapi entah bagaimana malam ini kesepiannya terasa begitu menusuk dan menyakitkan. Makin dia merenungkannya, makin sakit rasanya. Betapa malang dan kasihannya dirinya! Tumpukan barang mahal pemberian orang tuanya yang sering membuat teman-temannya iri, termasuk Playstation edisi terbaru, tergeletak begitu saja tanpa mampu menghibur hatinya.
Tok..tok..tok….Tiba-tiba terdengar ketukan pintu. Jen kegirangan campur kaget, karena memang diam-diam ada setitik harapan di hatinya bahwa orang tuanya pulang tanpa berkabar sebagai kejutan. Dia kemudian mengintip dari jendela atas. Harapannya pupus begitu saja karena ternyata itu hanya suara ketukan dari sang kurir paket. Dia tidak menghiraukannya dan kembali ke kamarnya. Namun, suara ketukan itu tidak berhenti-henti.
“Iyaa, taruh saja di depan pintu, Mas. Makasih!” teriak Jen agar suara ketukan itu berhenti.
Anehnya, tetap saja kurir itu mengetuk-ngetuk pintu, bahkan semakin keras! Jen menjadi kesal, sehingga dia memutuskan untuk turun dan membuka pintu. Namun saat dia tiba di pintu rumah, hanya ada paket kotak berhiaskan dekorasi yang indah. Kurir yang tadi sudah menghilang entah ke mana. Kebingungan dan penasaran, Jen pun mengambil dan membuka paket misterius itu. Sambil membuka paket tersebut, dia masih menduga-duga siapa pengirimnya. Tidak seperti biasanya, paket kali ini betul-betul tidak menampilkan ciri-ciri siapa pengirimnya. Biasanya, orang tua nya menuliskan nama mereka di atas paket yang mereka kirimkan, tetapi kali ini hanya ada tertulis namanya dalam huruf emas: JEN.
Isi di dalam kotak paket tersebut makin membuat Jen bingung. Paket tersebut ternyata hanya berisikan kartu ucapan. “Aneh sekali, kotak sebesar ini masa isinya hanya kartu ucapan?” Dia membuka kartu ucapan tersebut dan dia membaca kata demi kata dengan perlahan.
“Dear, Jen.
Di malam Tahun Baru ini, kamu memang merasa kesepian, tetapi ketahuilah bahwa kamu tidak pernah sendirian. Aku tahu kamu kesepian dan sendirian, karena semua orang memang sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Namun, Aku adalah sosok yang tidak pernah meninggalkan dirimu sendirian, lho! Ya, Aku, Tuhan Yesus! Kamu memang tidak menyadarinya, tetapi Akulah yang menyertaimu dari tahun ke tahun. Di kala kamu berjalan sendirian ke sekolah, Aku melindungi dan menemanimu. Ketika kamu bosan dan kehilangan motivasi dalam bermain di klub futsal sekolah, Aku bersamamu memberimu penghiburan. Ketika kamu melalui hari yang berat karena bertengkar dengan mamamu, Aku mengerti isi hatimu dan tetap di sampingmu. Apa pun yang kamu alami, Aku ada besertamu selalu. Jen, jangan pernah merasa sendirian dan tidak ada orang yang bisa diandalkan. Di tahun yang baru ini, Aku memberimu hadiah hati yang baru: hati yang selalu sadar bahwa ada Aku di dalamnya senantiasa. Sehingga, kamu tidak lagi merasa kesepian, melainkan mudah menikmati kehadiran-Ku bersamamu dalam segala hal dan segala situasi. Selamat Tahun Baru, Jen! Aku mengasihimu lebih dari yang kaukira.
Love,
Jesus Christ.”
Jen sontak terharu. Air matanya menitik pelan. Dia baru tersadarkan bahwa selama ini dia hanya mengasihani dirinya. Sebenarnya dia tidak sendirian dan tidak perlu kesepian. Di seluruh kehidupannya, ada Tuhan Yesus yang tidak pernah meninggalkannya, selalu menjaganya dan mencukupkan kebutuhannya. Meresapi itu semua, Jen menjadi tercerahkan dan mengerti bahwa dia justru perlu bersyukur atas tahun-tahun yang Tuhan berikan. Apalagi, hatinya kini terasa segar dan baru dengan kesadaran akan penyertaan Tuhan ini. Dia kemudian teringat akan satu ayat yang pernah dia dengar melalui khotbah di gerejanya, Ulangan 31:6, “Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab Tuhan, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau.” Jen percaya, dia sanggup berjalan ke depan menapaki tahun yang baru ini bersama Tuhan Yesus!
Entah berapa menit kemudian, ponsel Jen berdering. Jen segera menyeka air matanya dan menerima panggilan telepon itu. Ternyata, telepon tersebut dari temannya yang mengucapkan selamat tahun baru. Tidak terasa, jam sudah menunjukkan pukul 00:00. Sambil Jen mengobrol riang dengan temannya, terdengar suara mesin mobil orang tua Jen. Jen pun melompat kegirangan karena ada bonus menggembirakan dari Tuhan Yesus: orang tuanya akan ada bersamanya di momen Tahun Baru kali ini!
Sungguh, Tuhan Yesus itu nyata dalam janji-Nya, penyertaan-Nya, dan kasih-Nya!