Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus. Filipi 4:7
Ada toko-toko yang diberi nama Toko Damai tetapi tidak menjual kedamaian. Ada orang-orang yang bernama Pak Damai tetapi hidupnya tak kunjung damai. Ada sekolah atau kursus yang menggunakan merek Damai tetapi tak mampu mengajarkan kedamaian kepada para pelajarnya. Simbol-simbol damai sering dipakai di mana-mana, tetapi banyak orang justru semakin kehilangan damai, apalagi dalam situasi sekarang yang makin tak menentu. Di negara kita sendiri, sejak berita virus Covid-19 menjadi viral di berbagai media dan sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan adanya penduduk Indonesia yang terjangkit virus Covid-19, begitu banyak warga masyarakat yang cemas, khawatir, takut, panik, dan kehilangan damai sejahtera. Bahkan, banyak yang sampai memborong bahan makanan untuk disimpan di rumah, supaya tidak perlu ke luar rumah sehingga tidak akan tertular virus. Ketakutan akan tertular virus Covid-19 sampai menimbulkan rasa curiga terhadap orang lain, jangan-jangan orang di sekitar terkena virus Covid-19; maka masyarakat berbondong-bondong membeli dan memakai masker, hingga harga masker melonjak drastis dan stoknya menipis di pasaran.
Bermanfaatkah semua ketakutan dan kepanikan itu? Bukankah damai sejahtera jauh lebih bermanfaat untuk menolong langkah-langkah kita di tengah situasi yang tak menentu? Dalam artikel singkat ini, kita akan belajar bagaimana kita dapat memiliki dan mempertahankan kedamaian walau berjalan melewati segala hiruk pikuk perubahan dunia dengan berbagai persoalannya.
Memahami the Law of Peace
The Law of Peace adalah suasana di pikiran dari hati yang tenang, situasi di dalam diri yang tidak dipengaruhi ketakutan dan/atau tekanan meskipun orang itu berada di tengah-tengah keadaan yang sulit atau ketidakpastian. Jelas sekali, mengingat memang segala perubahan dan situasi dunia cenderung tidak pasti serta mencemaskan, suasana yang seperti ini erat hubungannya dengan persekutuan kita dengan Tuhan. Inilah damai yang sejati, yaitu damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal.
Buah dari the Law of Peace
Pikiran yang jernih
Hati yang damai akan membuat pikiran jernih, yaitu tidak mudah panik dan khawatir. Kekhawatiran memikirkan hal-hal buruk yang belum tentu terjadi, lalu mengembangkan pikiran-pikiran buruk itu hingga memengaruhi perasaan dan menimbulkan ketakutan dan kepanikan. Sebaliknya, pikiran jernih ialah tentang hal-hal yang benar sebagaimana Firman Tuhan menjelaskan, “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci,semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu. Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu,” (Fil. 4:8).
Hati yang tenang
Kedamaian membuat hati tenang. Hati yang tenang ditandai dengan sikap tidak mudah bereaksi negatif terhadap orang, barang, maupun situasi yang buruk atau merugikan. Hati yang tenang berfokus pada kebaikan Tuhan, bukan pada hal yang negatif. Ini sesuai dengan Firman Tuhan yang pernah didoakan Daud, “Kembalilah tenang,hai jiwaku, sebab TUHAN telah berbuat baik kepadamu,” (Mzm. 116:7).
Kemampuan melihat solusi
Dalam merespons sebuah persoalan, kecenderungan manusia ialah bersikap gegabah karena panik sehingga keputusan yang diambil bukanlah solusi yang tepat, tetapi justru menambah persoalan atau kerumitan. Kedamaian, selain membuahkan pikiran yang jernih dan hati yang tenang, membuat kita mampu melihat solusi untuk setiap persoalan kita.
Bagaimana agar the Law of Peace Bekerja dalam Diri Kita
Lakukan bagian kita dengan upaya terbaik, tetapi serahkan kepada Tuhan bagian-Nya.
“Kamu lihat, bahwa iman bekerja sama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna… Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman,” (Yak. 2: 22,24). Kitalah orang beriman itu. Kita harus melakukan bagian kita dengan memberi upaya yang terbaik, sekaligus berpegang pada iman akan bagian Tuhan. Ada hal-hal yang memang tak dapat kita upayakan atau kendalikan, yang merupakan bagian Tuhan sendiri. Serahkan bagian Tuhan kepada Dia. Melakukan apa yang seharusnya kita lakukan dengan iman ialah bukti dari iman kita dan tanggung jawab kita kepada Tuhan.
Jadikan kebenaran dasar kehidupan.
“Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; Firman-Mu adalah kebenaran,” (Yoh. 17:17). Firman Tuhan adalah kebenaran itu sendiri. Kebenaran yang mutlak/ absolut, yang tidak bisa disejajarkan dengan kebenaran apa pun di dunia ini, karena kebenaran dunia ini bersifat relatif. Ketika kita menjadikan kebenaran dasar kehidupan, kita akan memiliki kedamaian. Kita tidak akan mudah dipengaruhi dan diombang-ambingkan oleh berita-berita buruk yang simpang siur dan memaksa kita takut atau khawatir. Kita mengenal kebenaran yang berlaku mutlak, yang mengendalikan seluruh alam semesta termasuk diri kita, hingga kita tidak mudah terprovokasi untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak benar. Kebenaran akan menuntun kita dari hari ke hari karena kebenaran itu adalah pelita bagi kaki kita dan terang bagi jalan kita (Mzm. 119:105).
Bangunlah persekutuan pribadi dengan Tuhan.
Ketika kita menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat kita secara pribadi, kita menjadi anak-anak Allah. Telah terbentuk suatu hubungan baru antara Bapa (Allah) dan anak (kita). Tuhan mengampuni dosa-dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. Kita menjadi ciptaan yang baru, manusia lama kita telah berlalu dan kini kita hidup sebagai manusia baru. Dalam perjalanan hidup selanjutnya, diperlukan suatu persekutuan yang harus terus dibangun antara Bapa dan anak, dengan anak harus bergantung sepenuhnya kepada Bapa, mencintai-Nya, dan menghormati-Nya. Dalam hubungan ini, anak harus belajar mempersembahkan seluruh hidupnya sebagai persembahan yang hidup dan kudus sebagai ibadah yang sejati (Roma 12:1). Persekutuan anak bersama Bapa ini perlu kita bangun setiap saat sebagai gaya hidup, bukan sekedar suatu aktivitas agamawi, melainkan dalam segala hal yang kita lakukan – Kolose 3:23, “Apa pun juga yang kamu lakukan, lakukanlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Kesadaran bahwa dalam 60 menit sejam, 24 jam sehari, tujuh hari seminggu, empat minggu sebulan, dan 12 bulan setahun hidup kita ada dalam persekutuan dengan Bapa, jika terus-menerus kita ingat, akan membuat kedamaian akan menguasai hidup kita. The Law of Peace pun bekerja.
Word of Wisdom
Kedamaian bagaikan kicauan burung di tebing terjal, di tepi laut yang ganas, dengan angin kencang yang melanda dan deburan ombak laut yang mengancam.