“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”
Roma 12:2
Understanding Flexibility (Memahami Sikap Fleksibel)
Fleksibel adalah suatu kualitas kelenturan, yaitu mudah diatur/dibengkokkan atau luwes. Kualitas ini merujuk pada sifat seseorang yang mudah menyesuaikan diri terhadap lingkungan, situasi, keadaan, atau peraturan yang baru. Ini merupakan sikap rela untuk berubah setelah mendengar usul, gagasan, atau peringatan orang lain, tidak kaku dan keras kepala. Ini juga merupakan kemampuan untuk menghargai keputusan yang membawa perubahan, kemampuan melihat kebaikan dalam setiap perubahan. Namun, kualitas ini juga berarti tidak adanya kompromi terhadap hal-hal yang memang sudah benar dan ada di jalur yang benar. Kunci sikap fleksibel ialah kerelaan untuk terjadinya suatu perubahan yang mengarah kepada hal-hal yang benar dan tetap memegang prinsip pada kebenaran yang sudah diyakini tanpa berkompromi pada ketidakbenaran.
The Consequence of Resistance (Dampak Sikap Bertahan yang Negatif)
Ketika kita tidak menerapkan sikap fleksibel, kita akan menjadi orang yang kaku dan terlalu prosedural sehingga menghambat jalannya informasi dan perubahan yang baik. Mengapa? Ketika jalur informasi terhambat, pihak-pihak yang ada di dalam jalur itu juga terlambat mengikuti perkembangan dan menghasilkan perubahan, sehingga timbul kerugian bagi diri sendiri maupun orang lain. Ini merupakan sikap bertahan yang negatif. Seseorang yang tidak fleksibel melihat perubahan sebagai sebuah bencana yang merugikan, karena baginya perubahan telah mengusik zona nyamannya. Pada akhirnya, tidak akan ada kemajuan atau perubahan yang baik dalam hidupnya.
Levels of Flexibility (Empat Tingkat Fleksibilitas)
Tingkat fleksibilitas seseorang dipengaruhi oleh kemampuan atau daya lenturnya, yaitu:
- Tinggi
Orang dengan daya lentur tingkat tinggi ini sangat terbuka dan kondusif terhadap perubahan kebijakan dan keputusan, sangat mudah untuk berubah karena sangat terbuka terhadap nasihat, arahan, teguran, dan informasi-informasi penting.
- Normal
Pada tingkat daya lentur normal atau sedang, seseorang bisa mengikuti perkembangan yang ada secara wajar-wajar saja dan ia tidak menolak perubahan sejauh masih tidak terlau mengusik zona nyamannya.
- Rendah
Pada tingkat daya lentur rendah, seseorang cenderung sering atau banyak menolak perubahan yang mungkin berguna bagi kemajuan dirinya, karena langsung otomatis merasa terganggu dengan perubahan yang ada dan berusaha mempertahankan zona nyamannya.
- Nol/tidak ada
Orang yang tidak memiliki daya lentur artinya tingkat fleksibilitasnya nol atau tidak ada. Orang ini kaku dan tidak mampu mengikuti perkembangan yang ada. Yang biasanya terjadi ialah orang ini selalu kehilangan berbagai kesempatan, ketinggalan berbagai informasi, dan terlewat berbagai peluang baik yang datang dalam hidupnya.
How to Build Flexibility (Membangun Sikap Fleksibel)
- Terbuka terhadap arahan/petunjuk, teguran maupun informasi
Kesediaan untuk mendengar arahan atau petunjuk menjadikan kita orang-orang yang bijak. Merasa perlu seseorang untuk menasihati menggambarkan bahwa kita adalah orang yang rendah hati, dan seseorang yang rendah hati terbuka untuk teguran, karena ia tahu bahwa teguran sangat bermanfaat bagi hidupnya: “Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi,” (Amsal 27:5). Selain itu, informasi adalah gerbang pertama yang harus kita buka untuk pembelajaran yang menghasilkan perubahan baik, baik melalui pendengaran (auditory), penglihatan (visual) maupun pengalaman/praktik (kinesthetic). Menutup diri terhadap informasi sama halnya dengan menutup peluang perubahan, kekayaan pengetahuan, dan bahkan berkat. Karena itu, supaya menjadi orang yang fleksibel, kita perlu membuka diri seluas-luasnya terhadap informasi.
- Memiliki kerelaan hati untuk berubah
“Perubahan bukanlah perubahan, sampai terjadi perubahan”. Niat untuk berubah memang baik, tetapi niat baik tidaklah berarti apa-apa jika tidak direalisasikan dalam tindakan nyata. Ketika kita mendengar arahan, nasihat, teguran, dan informasi yang benar, semua itu tidak akan berguna sama sekali jika kita tidak mengambil keputusan dan sungguh-sungguh bertindak untuk berubah. Diperlukan kerelaan hati untuk berubah sesuai dengan petunjuk atau arahan baik dari pemurid atau pemimpin, atau bahkan dari Tuhan melalui Firman-Nya. Perubahan inilah yang memungkinkan kita menjadi baru setiap hari dan fleksibel terhadap perubahan.
- Melihat segala hal yang baik dalam setiap perubahan yang terjadi
Ketika perubahan sudah dilakukan tetapi ternyata situasi tidak menjadi seperti yang diharapkan, respons apa yang harus kita ambil? Mungkin kita jadi menyesal lalu bersungut-sungut terhadap perubahan yang “telanjur” itu, tetapi hal ini tidak akan mendatangkan kebaikan bagi kita, karena kita cenderung menggerutu di dalam hati. Akan jauh lebih baik jika kita melihat bahwa dalam setiap perubahan ada hal-hal yang baik yang kita bisa alami. Melihat hal-hal baik dalam perubahan akan mendatangkan sukacita dan berkat melalui perubahan itu bagi kita. Kita tetap perlu belajar percaya bahwa tidak ada sesuatu pun yang terjadi di luar kendali Tuhan.
“Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat,” – 1 Petrus 3:15
Words of Wisdom
“Bukan apa yang terjadi terhadap diri saya, tetapi apa yang terjadi dalam diri saya yang penting.”
“Terlalu sering kita berusaha memilih dan mengendalikan hal-hal yang tidak bisa kita kuasai.
Terlalu jarang kita memilih untuk mengendalikan apa yang bisa kita kuasai… yaitu sikap kita.”
(John Maxwell)