//Watchman Nee : Penjaga yang Setia sampai Akhir

Watchman Nee : Penjaga yang Setia sampai Akhir

“Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang injil kasih karunia Allah.” (Kis. 20:24)

 

Visi hidup Rasul Paulus sejak dia menerima Yesus sebagai Tuhan dan Rajanya di ayat Kisah Para Rasul 20:24 tercermin jelas pada hidup Watchman Nee, misionaris asal Tiongkok yang dampak pelayanannya jauh melampaui masa hidupnya. Seperti yang terutama bagi Paulus bukanlah mempertahankan hidupnya, tetapi menyelesaikan tugas yang dipercayakan Allah kepadanya, demikianlah pula hal itu menjadi prioritas utama bagi Watchman Nee. Sepak terjangnya dalam menyelesaikan amanat agung Tuhan Yesus tidak dapat disangkal. Dia begitu mencintai Tuhan daripada hidupnya sendiri. Aniaya, penyakit, dan penderitaan tidak menghalanginya untuk berteguh dalam imannya kepada Tuhan, demi menyelesaikan tugas yang dipercayakan Tuhan kepadanya.

 

Ni Shu-tsu (Henry Nee) lahir pada tanggal 4 November 1903 di Fuzhou, Tiongkok, sebagai anak ketiga (dari total sembilan anak) pasangan Ni Weng-hsiu dan Lin He-Ping (Peace Lin). Ni Weng-hsiu, sang ayah, ialah pejabat yang disegani di kantor bea cukai kerajaan saat itu, sedangkan Lin He-ping (Peace Lin), ibunya, merupakan siswi unggulan sejak masa kecilnya di sekolah Kristen Metodis yang dikelola oleh para staf misionaris dari Amerika Serikat. Peace Lin telah melahirkan dua anak perempuan saat mengandung Henry Nee; dia agak khawatir hingga berdoa meminta anak laki-laki di dalam hatinya karena dalam tradisi Tionghoa, anak laki-laki lebih disukai daripada anak perempuan. Doa itu dikabulkan Tuhan dengan lahirnya Henry Nee.

 

Sejak bayi, Henry Nee telah dibaptis secara gereja Metodis, tetapi sebelum bertobat secara pribadi, dia dikenal berkelakuan buruk, meski sebagai siswa selalu cerdas dan meraih berbagai gelar juara sekolah sejak di bangku sekolah dasar hingga masuk Anglican Trinity College di Fuzhou.

 

Henry Nee melihat perubahan hidup ibunya yang sungguh-sungguh mengalami kelahiran baru. Pada musim semi tahun 1920, Dora Yu, seorang dokter yang menjadi penginjil, mengadakan KKR berseri. Ibu Henry Nee hadir pada acara itu dan pada suatu malam pulang ke rumah dengan hati yang diperbaharui hingga dia meminta maaf kepada Henry Nee atas sikapnya yang telah menjatuhkan hukuman kepada sang anak secara tidak adil. Perubahan pada diri ibunya itu sangat menggugah hati Henry Nee untuk mencari tahu lebih jelas tentang pribadi Yesus. Dia mulai menghadiri kebaktian-kebaktian berikutnya yang dipimpin oleh Dora Yu. Pada tanggal 28 April 1920, Henry Nee menerima Yesus sebagai Juru Selamatnya. Pengalamannya itu dia tuliskan di catatan hariannya, “Pada malam itu, aku sedang sendirian di kamar sambil berjuang untuk memutuskan apakah percaya kepada Tuhan atau tidak. Awalnya aku enggan percaya, tetapi aku lalu berdoa dan membayangkan tangan Tuhan terulur di kayu salib menyambut diriku, lalu Dia berkata, ‘Aku menunggu di sini untuk menerima kamu.’ Saat itu aku diliputi kasih, dan malam itu kasih menjadi nyata. Aku menangis dan mengakui dosa-dosaku, memohon pengampunan dari Tuhan. Hasilnya, aku menerima kedamaian yang belum pernah saya alami sebelumnya. Terang Tuhan membanjiri kamarku dan aku pun berkata kepada Dia, ‘Oh Tuhan, Engkau sungguh terlalu baik kepadaku…’”

 

Pengalaman pertobatan pribadi serta perjalanan kekristenan dengan iman baru yang kini berkobar-kobar itu membuat Henry Nee mengambil suatu keputusan yang besar atas dirinya sendiri. Pada tahun 1925, dia mengganti Namanya dari Ni Shu-tsu (Henry Nee) menjadi Nee Tuo-sheng, yang dalam bahasa Inggris berarti “Watchman” Nee; seorang penjaga/pelihat. Dia menganggap dirinya sebagai penjaga yang dibangkitkan untuk menyuarakan panggilan peringatan dari Tuhan di tengah-tengah gelapnya malam hari. Untuk memperlengkapi dirinya, dia banyak membaca buku-buku rohani tulisan Margaret Barber, seorang misionaris Anglican. Melalui pembelajarannya dari Margaret Barber itu, Watchman Nee mengalami banyak pembentukan rohani dan kehidupan di dalam Kristus. Hari demi hari, Watchman Nee menjadi sangat intim dengan Firman Tuhan. Dia bahkan rutin membagi penghasilannya ke dalam alokasi yang penting: sepertiga untuk membiayai keperluan hidup pribadinya, sepertiga untuk menolong sesama, dan sepertiga untuk membeli buku-buku rohani.

 

Pada tahun-tahun pertama pelayanan Watchman Nee, keadaan ekonomi Tiongkok sangatlah buruk. Dalam hari-hari pertama pelayanannya di Shanghai, sering kali dia hanya makan sepotong roti kecil dalam sehari. Dia juga sering terserang penyakit serius, bahkan dikucilkan dan difitnah karena pendiriannya yang teguh akan kebenaran injil. Meskipun demikian, imannya tetap teguh. Watchman Nee sadar akan harga yang harus dibayarnya dalam panggilan hidup dari Kristus itu, dan dia bertahan sekalipun banyak penderitaan menghadang jalannya. Dia bertekad untuk terus memberitakan injil dan mendirikan gereja-gereja lokal yang memiliki pemahaman yang benar terhadap injil.

 

Suatu saat, Watchman Nee menderita sakit TBC yang parah, dan dokter memvonisnya hanya bertahan hidup enam bulan. Namun di tengah masa sakitnya itu, dia perlahan-lahan menyelesaikan bukunya yang kemudian dalam bahasa Indonesia diberi berjudul Manusia Rohani. Penyakitnya kian bertambah parah seiring dengan waktu, tetapi Firman Tuhan di dalam 2 Korintus 1:2, “Dengan iman kamu berdiri teguh,” dan Markus 9:23, “Tidak ada yang mustahil bagi Allah,” muncul dengan jelas di dalam pikirannya. Dia lalu bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan menuju rumah sahabatnya. Pada setiap langkahnya dia berseru, “Berjalan dengan iman, berjalan dengan iman,” dan dalam perjalanan itulah Tuhan menyembuhkannya. Penyakit TBC-nya lenyap. Beberapa tahun kemudian dia pun kembali diserang penyakit. Kali itu, kelainan perut yang kronis disertai serangan jantung yang serius menumbangkan tubuh fisiknya. Namun, dia tidak pernah berobat dari sakit jantung ini, meski secara medis kondisi itu mengancamnya akan meninggal sewaktu-waktu. Kenyataannya, iman akan kesembuhan yang melampaui kenyataan manusiawi membuat Watchman Nee tetap melayani Tuhan walau bukan dengan kekuatan fisiknya. Dia melayani Allah dengan kekuatan Allah sendiri.

 

Dalam kelanjutan karya pelayanannya, setelah sembuh dari sakit TBC pertama itu, Watchman Nee memindahkan pusat pelayanannya ke kota Shanghai. Di kota itu, dia mulai merintis sebuah gereja lokal. Gereja ini bertumbuh pesat hingga dia diundang untuk datang ke Inggris. Pada tahun 1937, dia diundang untuk memberitakan injil di Manila. Pada saat bersamaan, Jepang mulai menduduki Tiongkok, sehingga dia bersama Charity Chang, istri tercinta yang dinikahinya pada tanggal 19 Oktober 1934, bergegas menuju Hongkong. Di Hongkong, dia berjumpa dengan rekan-rekan misionaris yang memintanya berangkat lagi ke Inggris. Akhirnya, Watchman Nee memutuskan untuk berangkat, sementara sang istri kembali ke Tiongkok meneruskan masa kehamilannya. Selama empat bulan di Inggris, dia memberikan pelayanan pengajaran dan menulis lebih banyak buku rohani. Dukacita mewarnai masa itu, karena Watchman Nee lalu menerima surat dari istrinya bahwa kandungannya mengalami keguguran. Dia ingin segera kembali ke Hongkong, tetapi perang Sino-Jepang memaksanya tinggal lebih lama di Inggris. Di tengah-tengah penderitaan batin yang luar biasa ini, dia tetap berpegang teguh pada imannya.

 

Tahun 1941 ialah tahun Watchman Nee berhasil kembali ke Shanghai. Dia segera mengalami krisis keuangan yang parah, tetapi terbukti bahwa Tuhan senantiasa menolongnya. Pada tahun 1949, Watchman Nee dan beberapa orang kembali ke Hongkong untuk menginjil, dengan kondisi Tentara Pembebasan Rakyat pimpinan Mao Tse Tung telah memasuki Beizing sejak 31 Januari 1949. Inilah awal komunisme berkuasa di Tiongkok. Chou En-Lai, perdana menteri Tiongkok saat itu, mengumpulkan para pemimpin gereja dan menerbitkan “Christian Manifesto for the Protestant Churches“, sebuah dokumen negara yang berisi prinsip-prinsip gerakan kekristenan baru yang utamanya menetapkan bahwa gereja Tiongkok terikat peraturan komunisme.

 

Pada tahun 1950, Watchman Nee dan Witness Lee (rekan sepelayanannya) membahas rencana Watchman Nee untuk kembali ke Tiongkok daratan. Dia berkata, “Saya harus kembali ke daratan Tiongkok untuk membina orang-orang percaya dan berdiri bersama mereka menjadi saksi Allah.”  Witness Lee berulang kali menasihatkan Watchman Nee untuk tidak kembali ke daratan Tiongkok karena situasi politik yang amat berbahaya, tetapi Nee berkata, “Jika seorang ibu mengetahui rumahnya sedang terbakar, dan dia sendiri berada di luar rumah sedang mencuci pakaian, apakah yang akan dilakukannya? Walaupun dia sadar akan bahaya, bukankah dia akan menerobos api untuk masuk ke dalam rumah? Walaupun saya tahu bahwa kepulanganku sangatlah berbahaya, aku tahu masih banyak saudara-saudaraku di sana. Bagaimana aku sanggup meninggalkan rumahku?”

 

Akhirnya Watchman Nee sungguh kembali ke Tiongkok daratan, lalu ditahan oleh penguasa komunis pada bulan Maret 1952 karena pengakuan imannya dalam Kristus serta kepemimpinannya dalam gereja lokal yang dianggap tidak sejalan dengan paham komunisme. Dia diadili dengan tuduhan palsu dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara. Sewaktu pemeriksaan berlangsung, hanya istrinya yang diizinkan menjenguknya. Selama dipenjara, Watchman Nee sendiri ditugaskan untuk menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Tiongkok. Pada tanggal 12 April 1972, Watchman Nee menyelesaikan masa hukumannya, tetapi penahanannya masih ditambah lima tahun lagi oleh putusan yang tak adil.  Namun, pada tanggal 1 Juni 1972, Watchman Nee meninggal karena sakit jantung dan siksaan yang dideritanya dalam sel penjara. Jasadnya dikremasi. Saudara perempuan istrinya yang tertua menerima berita kematian Nee dan dia meminta abu jenazah Watchman Nee dikuburkan di Kwanchao, Haining, di provinsi Chekiang, bersama jenazah istrinya yang telah meninggal enam bulan sebelumnya, menjelang tanggal pembebasan Watchman Nee. Pasangan suami-istri yang mencintai Kristus dan telah menderita aniaya hebat karena iman kepada Kristus itu bersatu di tanah yang sama.

 

Selama pelayanan Watchman Nee semasa hidupnya, diperkirakan lebih dari empat ratus gereja lokal didirikan, termasuk tiga puluh gereja lokal di Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Indonesia. Hingga hari ini, Tuhan terus berkarya melalui gereja-gereja tersebut dan seluruhnya telah berkembang menjadi lebih dari 2300 gereja di seluruh dunia. Salib Kristus yang telah menyatu di dalam hidup Watchman Nee membuat dia berjalan setia dalam panggilan Tuhan sampai titik terakhir kehidupannya di bumi. Dia telah menuntaskan tugasnya sebagai seorang penjaga yang menyuarakan pesan dari surga bagi dunia yang gelap.

 

“Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” (Gal. 2:20)

2020-11-27T08:00:13+07:00