//Yang Sejati, yang Asli

Yang Sejati, yang Asli

Di era tahun 2000-an, sebuah tren penampilan mendadak jadi sangat mendunia, dengan munculnya sebuah inovasi terobosan di bidang tata rambut yang kemudian dipasarkan dengan begitu heboh hingga digilai oleh remaja-remaja di berbagai belahan dunia: rebonding. Rebonding adalah teknik meluruskan rambut secara permanen dengan bantuan bahan-bahan kimia). Para pria maupun wanita yang memiliki rambut ikal dan seumur hidupnya mendambakan rambut lurus dapat mencoba layanan rebonding dan menikmati hasilnya yang spektakuler—rambut seikal apa pun dapat menjadi lurus dan mengayun halus, tanpa satu pun helai rambut yang ikal terlihat!

 

Bisa dibayangkan (atau dikenang, bagi kita yang pernah mencobanya), pada minggu-minggu pertama rasanya tentu seperti terlahir kembali. Ketika bercermin, bayangan diri kita tampaknya seperti diri kita, tetapi dalam versi terbaru. Mungkin dahulu kita butuh waktu lama untuk mengatur rambut yang ikal, tetapi kini hanya dengan sekali sisir rambut kita sudah rapi. Kita bahkan berandai-andai, apakah mungkin teman-teman yang dulu mengenali kita dari rambut ikalnya, kini pangling dengan perubahan yang drastis ini? Bisa jadi, kita sendiri lupa pernah ikal, saking terbiasanya dengan penampilan rambut lurus.

 

Sayangnya, meski rambut yang terpapar obat pelurus tidak akan kembali ikal, rambut manusia akan terus tumbuh mengikuti proses alaminya, dan rambut yang baru tumbuh itu tidak pernah di-rebonding. Tentu saja setelah dua-tiga bulan identitas asli yang sejak lahir kita miliki akan muncul kembali—liuk-liuk ikal mulai menampakkan diri di pangkal helaian rambut.

 

Manusia bisa mengubah penampilannya secara permukaan, baik disengaja maupun hasil bentukan situasi dan kondisi. Pakaian, tata rambut, gaya dandanan maupun pakaian, citra di media sosial, hingga kebiasaan sehari-hari. Tak jarang, kita juga mengasosiasikan diri dengan standar-standar kepribadian tertentu, yang seharusnya membantu kita untuk mengenali kekuatan dan kelemahan diri kita tetapi tanpa disadari menjadi alasan untuk kita menjauhkan diri dari identitas yang sejati. Apa itu identitas sejati kita? Kita pada dasarnya diciptakan serupa dan segambar dengan Allah, untuk hidup bersama di dalam Tubuh-Nya.

 

Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Dia yang lebih utama dalam segala sesuatu. Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia, dan oleh Dialah Dia memperdamaikan  segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di surga,  sesudah Dia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus. – Kol. 1:18-20

 

Bagi kita jemaat-Nya, menjadi anggota tubuh dengan Kristus sebagai kepala adalah identitas yang mutlak, tidak mengenal situasi dan kondisi. Walau badai menghadang, gunung berapi meletus, gempa bumi atau pandemi melanda, selama Sang Kepala memerintah dan anggota Tubuh-Nya tetap bersatu, Tubuh Kristus itu akan terus berfungsi. Ya, bukan banyaknya frekuensi mengobrol dan bertemu rekan sekomsel yang membuat kita berfungsi, melainkan karena kita terhubung dengan Sang Kepala di dalam Tubuh-Nya dan menerima pikiran dan perasaan Kristus sebagai pikiran dan perasaan kita.

 

Memang, kadang situasi dan kondisi yang kita hadapi seperti “memaksa” kita untuk menjauh dari yang lain. Tidak sedikit dari kita yang mulai terbiasa dengan hidup yang independen, tanpa pertemuan komsel maupun ibadah. Di permukaan, tampaknya tidak terjadi apa-apa dengan hidup kita, semua berjalan seperti biasa, bukan? Namun, kebenarannya tetap: kita adalah tubuh Kristus, dan tidak ada satu bagian pun yang bisa hidup tanpa terkoneksi juga dengan bagian tubuh yang lain. Itulah sebabnya meskipun kita bisa saja merasa nyaman tanpa komunitas, kepenuhan jiwa yang sejati hanya ada di dalam interaksi yang sejati antaranggota Tubuh Kristus! Bahkan, begitu rindunya Allah untuk mengekspresikan diri-Nya melalui kita, Dia sendirilah yang memperdamaikan kita supaya kita bisa menerima seluruh kehadiran Kristus dalam hidup kita: Dia di dalam kita, dan kita di dalam Dia. Seperti rambut manusia yang bisa saja tampak lurus, tetapi jika sejak semula Allah sudah menciptakan rambut ikal ikal, ikal itulah yang akan keluar pada akhirnya.

 

Masa sulit ini sudah semestinya membuat kita menyadari bahwa kita harus kembali pada gaya hidup yang semula. Gaya hidup yang terhubung dengan anggota tubuh Kristus dan dengan Kristus setiap saat. Bukan hanya karena di dalam situasi ini kita perlu saling menguatkan satu sama lain, tetapi karena itulah jati diri kita di dalam Kristus yang sebenarnya, yaitu sebagai anggota tubuh Kristus. Bertekun dalam persekutuan dengan komunitas terkecil, hidup dalam keterbukaan, taat untuk bergerak menyentuh jiwa-jiwa. Dengan demikian, kita akan menyaksikan dan mengalami hal-hal besar, kebangunan rohani dan pemulihan demi pemulihan akan terjadi di negeri kita, dan semua diawali dari ketaatan kita. Bukankah ini juga yang kita rindukan?

 

Sekali lagi, kita diciptakan bukan untuk berjalan sendiri, tetapi bersama-sama. Bukan untuk hidup terpisah dari Tubuh, tetapi diikat kuat bersama oleh kasih Kristus. Bukan untuk menjadi bagian tubuh tunggal, tetapi untuk bersinergi bersama anggota Tubuh Kristus yang lain, bersama-sama menjadi ekspresi kehadiran Kristus yang nyata di tengah-tengah dunia ini.

 

Meski memang ini masa yang sulit untuk kita, tetapi Kristus telah membuka jalan bagi kita melalui pengorbanan-Nya di kayu salib. Karena itu, mari kita keluar dari identitas yang semu dan kembali kepada gaya hidup yang sejati, terhubung dengan Kepala dan Tubuh-Nya. Kita bukanlah orang yang mengasingkan diri, kita bukan orang yang hidup sekehendak kita sendiri; kita memiliki tempat dalam susunan sempurna yang dirancangkan Allah. Rindu untuk bersama mengalaminya?

2020-09-26T16:32:08+07:00