Masa karantina. Bumi tetap berputar, tetapi manusia yang menghuninya seperti “dipaksa” untuk beristirahat dari segala kesibukan aktivitas, yang kadang tak lagi menghiraukan kesejahteraan bumi sebagai tempat berpijak dan hidup. Sesaat, seluruh belahan dunia menjadi senyap dari hiruk pikuk yang biasa.
Hari ini adalah hari ke-12 bagi warga Jakarta sejak diberlakukannya WFH (work from home) karena berjangkitnya wabah virus Corona jenis baru. Wabah yang bermula pada akhir Desember 2019 di kota Wuhan, Tiongkok, akhirnya sampai dan merebak juga ke Indonesia. Seluruh rakyat diminta untuk beraktivitas di rumah; bekerja, sekolah, dan beribadah di rumah masing-masing. Seperti di masa silam, rumah pun menjadi pusat kehidupan manusia di muka bumi. Demikian pula halnya dengan keluarga kecil Bu Arimbi. Sebagai ibu rumah tangga yang memang sehari-harinya bekerja di rumah, Bu Arimbi tak asing dengan aktivitas WFH. Yang berbeda hanyalah sekarang selama 24 jam setiap hari dia melihat suami dan anak perempuannya juga di rumah. Selain itu, yang mungkin dirasakan berbeda oleh Bu Arimbi adalah kegiatannya memasak di dapur, yang kini rasanya bisa berlangsunng seharian, dan kadang diwarnai dengan kemunculan “asisten”-nya saat tidak mengerjakan online home learning dari sekolah atau tugas-tugas lain dari gurunya.
“Mamaaaa…..”, tiba-tiba keasyikan Bu Arimbi memasak sambil sejenak melamun terhenti saat suara anak gadisnya terdengar. “Hmm… ternyata sudah selesai sekolah online-nya,” batin Bu Arimbi sambil tersenyum kecil. “Masak apa hari ini, Ma…?” tanya Denting ringan sambil mencium pipi mamanya seperti yang biasa dia lakukan. “Hari ini Mama masak sup makaroni, ayam pandan, oseng-oseng kacang panjang jagung manis, dan tempe goreng kesukaan kamu. Gimana sekolah online-mu hari ini? Sudah selesai, ya?” tanya Bu Arimbi sambil menggoreng tempe. “Udah, Ma… Duh, tempe goreng ini enak banget, ya…” Seperti biasa, setiap kali tempe goreng matang, Denting langsung menyantapnya habis. Kelihatannya, selera makan Denting bahkan semakin meningkat selama masa belajar di rumah ini; apa pun yang disajikan pasti habis disantapnya.
“Hari ini aku seneng banget, Ma… Tugas yang dikasih guru bahasa Inggrisku seruuu…” begitu celoteh Denting sambil terus asik mengunyah tempe goreng yang masih hangat. “Oh, ya? Emang tugasnya apa, sih?” tanya Bu Arimbi penasaran walaupun waswas juga karena kadang dalam percakapan semacam ini ada terselip juga beberapa istilah anak zaman now yang dia kurang pahami. Mata Denting terlihat bersemangat untuk melanjutkan ceritanya sambil melepas lelah setelah hampir tiga jam sekolah online hari itu. “Aku dikasih tugas untuk nge-vlog advertisement gitu, tentang sesuatu yang inovatif dan imajinatif, yang out of the box gitu deh, Ma. Dan aku dapat ide untuk bikin advertisement tentang ‘school drugs’ – tablet yang bukan vitamin, tapi bikin setiap anak jadi pinter sesuai dengan mata pelajaran tablet yang dia minum itu. Misalnya, kalo dia minum ‘tablet matematika’, dia bisa langsung pinter kerjakan Math-nya. Ya gitu deh, Ma… Semacam ide awkward aja, tapi ini beneran asik buat aku. Hahaha… Mama pasti bingung, yaaa?” seru sekali Denting menjelaskan kepada mamanya. Sementara itu, sebagian isi cerita itu bisa dimengerti tetapi sebagian lagi perlu diendapkan di pikiran oleh Bu Arimbi, demi memahami cara pikir anak zaman sekarang.
“Eh, Mama sendiri gimana hari ini di dapur?” Denting bertanya sambil tersenyum nakal karena tangannya tak berhenti mencomot tempe goreng dan mulutnya pun tak berhenti mengunyah. “Hmm… Mama juga hari ini dapat hal yang menarik sih waktu tadi lagi potong bawang merah dan bawang putih,” Bu Arimbi menjawab ringan. “Hah? Masak juga bisa dapat insight ya, Ma?” tanya Denting dengan nada penasaran yang serius. Bu Arimbi menjawab cepat, “Justru dari hal-hal kecil dan sehari-hari Tuhan sering kali berbicara… Dan itulah sebenarnya hal yang paling berharga; karena kita tahu kapan Tuhan berbicara.” “Emang Mama dapat apa sih waktu tadi lagi potong-potong sayur dan bumbu masak?” lanjut Denting bertanya dengan semakin ingin tahu.
“Kamu ingat waktu Mama bikin bawang goreng sendiri, ‘kan? Menurut kamu, hasilnya wangi, nggak?” tanya Bu Arimbi yang langsung dijawab oleh putrinya “Inget dong, Ma… Wangi dan crispy. Aku biasanya nggak doyan bawang goreng, tapi sejak Mama bikin sendiri aku kok jadi doyan, ya.” Segera Bu Arimbi melanjutkan, “Nah, bawang merah digoreng jadi wangi dan menambah selera makan, begitu juga bawang putih yang digoreng dan kadang ditaruh di menu bakmi ayam dengan sedikit minyak; itu juga harum… Dan, beda yah harumnya bawang merah goreng dan harumnya bawang putih goreng. Sekarang, coba perhatikan kalo bawang merah dan bawang putih di goreng/tumis bareng, kayak gini nih wanginya…” Bu Arimbi menjelaskan sambil terus memasak menu berikutnya yang akan disajikan hari itu, oseng-oseng kacang panjang dan jagung manis. “Waaaah… harumnya beda ya, Ma… Kalo digoreng bareng, lebih wangi… harum-harum gimana, gitu ya!” seru Denting.
“Nah, begitu juga dengan hidup kita kalau kita bukan hanya sekadar tahu dan baca Firman tapi melakukan Firman juga. Kita lakukan apa yang kita tahu dan baca, karena kita sudah baca dan tahu apa yang kita lakukan. Kita tahu dan baca Firman itu bagus, tapi kalau kita lakukan apa yang kita baca dan tahu, itu tentunya jauh lebih baik lagi. Karena itulah yang Tuhan mau. Wanginya beda dan bergabung, kayak bawang merah dan bawang putih yang ditumis bareng itu, lho…” Bu Arimbi menjelaskan dengan bersemangat. Seketika itu, Denting berhenti menguyah tempe goreng dan sejurus kemudian memandang mamanya, “Wah… Itu sama sekali nggak kepikir sama aku lho, Ma. Bener banget, ya. Kalo kita jadi pendengar/tahu Firman dan kita lakukan Firman itu, pasti hidup kita juga harumnya beda, bikin orang pengen kenal Tuhan yang kita kenal. Seperti bau harum tumisan bawang merah bareng bawang putih yang bikin kita jadi pengen cepet makan masakan itu. Gitu ya, Ma?”
“Betul sekali, sayang… Itulah yang Tuhan mau dan rindukan. Itu hal yang sederhana tapi sering kali disepelekan. Nah, dengan kita diminta stay at home hampir dua minggu ini tentunya kita punya lebih banyak waktu untuk merenungkan sekaligus melakukan apa yang selama ini kita tahu dan baca di Alkitab.”
Dalam hitungan detik saja, Denting melanjutkan apa yang sedang dipikirkan Bu Arimbi. “Ma… aku keinget ada tiga orang temanku di gereja: Nia, Kez, sama Liv. Mereka belum mau ikutan komsel, soalnya mereka ngerasa awkward aja dengan hal-hal yang rohani gitu. Sejujurnya, aku kepengen banget mereka tahu bahwa jadi anak Tuhan itu asyik, nggak awkward. Bahkan waktu aku tanya apa mereka juga bantu mama mereka masak selama home learning ini, ternyata mereka ngggak pernah lho, Ma… Mereka sepanjang hari cuma di kamar aja. Kerjain tugas sekolah sih, tapi abis tugas itu selesai mereka juga nggak ikutan bantuin mama-mamanya sama sekali. Mereka itu kan anak-anak cewek lho, Ma… Aku heran aja kok mereka segitu cueknya sama keadaan rumahnya, kan mereka juga makan masakan mama mereka. Kok mereka nggak mau bantuin mamanya, ya…” Bu Arimbi tersenyum mendengar celoteh panjang putrinya, tapi jauh didalam hatinya bahagia karena anak gadisnya bisa punya pemikiran seperti itu. Dia pun lalu menjawab perlahan, “Nah… Ini kesempatan untuk kamu berdoa dan tanya ke Tuhan, apa yang bisa kamu lakukan untuk ketiga temanmu ini. Doakan mereka dan coba mulai kontak untuk bisa ngobrol bareng mereka. Apa yang kamu alami sehari-hari di rumah ceritakan aja ke mereka apa yang bikin kamu asyik selama kita harus di rumah aja hampir dua minggu ini. Gimana kamu asyik belajar dan juga asyik bantu Mama masak di dapur, sambil comot-comot hasil masakannya… Kan kita bisa ngobrol sekalipun nggak ketemu secara fisik; kamu bisa pake video call atau Zoom cloud meeting untuk ngobrol sama mereka.”
Dua hari berselang dari pembicaraan ibu dan anak itu, mulailah Denting melakukan apa yang menjadi pencerahannya. Dengan wajah gembira, Denting berceloteh tentang pertemuan virtual pertamanya dengan teman-temannya itu, “Asyik banget, Ma… Kita ngobrol banyak hal dan gak terasa hampir satu setengah jam ngobrolnya. Mereka juga mulai mau cerita banyak dan kita udah janjian untuk minggu depan ketemuan online lagi. Bahan diskusinya minggu depan tentang fake friends, yang nanti ujung-ujungnya mereka akan nemuin bahwa Tuhan Yesus adalah sahabat terbaik kita. Aduh seneng deh Ma, ternyata hal yang rohani bisa asyik buat dibicarakan juga. Nggak awkward sama sekali! Makasih ya Ma, buat insight bawang merah bawang putih-nya. Aku seneng jadi orang Kristen!” Bahkan dia melanjutkan, “Sebenarnya sekolah kayak sekarang ini bisa membosankan juga. Bayangin aja Ma, hampir dua minggu ini aku nggak pernah ke mana-mana, kangen juga sama sekolah, guru dan temen-temen, tapi Tuhan baik, di tengah waktu yang bikin bosen ini Dia masih kasih hal yang menyenangkan untuk dilakukan. Jadi kita tuh sebenarnya bisa tetap kuat meskipun suasananya sulit kalau selalu bersyukur dan bersukacita ya, Ma… Ih serius deh, aku seneng banget karena hidupku bisa kecium bau harumnya, jadi keinget cerita Mama waktu itu tentang bawang merah bawang putih yang ditumis barengan itu…”
Terharu Bu Arimbi mendengar anak gadisnya menemukan kebenaran berharga tentang arti hidup ini. Tanpa banyak bicara, direntangkannya kedua tangannya dan dipeluknya erat Denting yang sekarang tinggi badannya sudah melebihi sang mama. “Ayo… Sekarang kamu berdoa sama Tuhan dan mengucap syukur…” Langsung terdengar suara halus Denting mengucap doa syukur, “Tuhan Yesus, terima kasih buat keindahan-Mu di tengah situasi seperti sekarang ini.” Bu Arimbi pun melanjutkan, “Bapa di surga, terima kasih karena kami boleh mengalami kehadiran-Mu di tengah semua hal yang sedang terjadi saat ini. Ajar kami jadi lentur dengan kehidupan ini, menyelaraskan hidup kami dengan kehendak dan hati-Mu, supaya kami Engkau dapati bukan hanya pendengar tetapi juga pelaku Firman-Mu, seperti wanginya tumisan bawang merah bawang putih. Dalam satu nama yang ajaib, kami mengucap syukur dan berdoa; di dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Amin.”
Yakobus 1:22
Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri.
Matius 6:33
Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.
(sebuah cerita pendek yang berdasarkan kisah nyata)
Pertanyaan refleksi:
- Apa yang Anda rasakan di saat wabah Covid-19 menyebar dan pemerintah mengarahkan kita untuk beraktivitas di rumah saja selama lebih dari satu bulan ini?
- Apakah Anda mulai bosan? Mengapa?
- Ambillah waktu khusus untuk merenungkan betapa banyak hal yang bisa kita kerjakan di saat seperti ini. Temukan kebenaran Firman Tuhan untuk Anda secara pribadi: apakah ada hal-hal baru yang Tuhan ingin untuk Anda lakukan?
- Alami keindahan dan sukacita saat kita menjadi pembaca sekaligus pelaku Firman. Tulislah pengalaman iman ini di jurnal pribadi Anda.