///(Tak Lagi) Goyah

(Tak Lagi) Goyah

Via ialah seorang ibu rumah tangga dengan satu anak. Via bersama suaminya melayani jemaat sebagai pemimpin komunitas sel. Mereka berdua memang dikenal cinta Tuhan dan aktif melayani, dan Via sendiri bahkan sering disebut sebagai pendoa dan wanita yang “rohani”. Kehidupan Via sekeluarga tampaknya memang ideal dan seperti yang diinginkan kebanyakan wanita Kristen.

 

Ketika Covid-19 mulai menjadi trending topic berita di Indonesia pada pertengahan Maret 2020, Via pun tetap teguh dalam imannya. Saat itu, dalam kehidupan berkomunitas dengan saudara-saudari seiman Via selalu menyampaikan berbagai perkataan yang menguatkan mereka agar tidak takut dan khawatir.

 

Semuanya berjalan biasa-biasa dan baik-baik saja, hingga suatu hari Via merasa kurang sehat. Karena merasa tidak mengalami demam seperti gejala Covid-19 pada umumnya, Via berkata tentang kondisinya, “Ah, ini cuma flu dan batuk biasa…” Namun ketika disadarinya flu dan batuk itu tidak kunjung sembuh, bahkan meskipun obat yang diberikan dokter pun telah dihabiskannya, pikirannya mulai bimbang. Berikutnya, hidungnya justru tak dapat mencium aroma masakan yang dibuatnya dan lidahnya tak bisa mengecap lezat masakannya, lalu suasana hatinya pun mulai berkecamuk… Tak pernah tebersit sedikit pun dalam pikiran Via bahwa dirinya akan secara langsung menjadi korban penyakit itu.

 

Via diantar suaminya segera ke rumah sakit, dan seluruh prosedur tes Covid-19 mereka jalani berdua. Hasil menunjukkan bahwa Via dan suami dinyatakan positif terkena penyakit Covid-19. Segala kejadian seakan berputar-putar, membawa Via ke dalam pusaran kekagetan, intimidasi, ketakutan, dan kecemasan. Pikiran dan perasaan yang gelap seolah-olah merasuki dirinya. Hampir setiap malam sejak hasil tes itu dinyatakan, matanya tidak dapat terpejam untuk tidur, dadanya terasa sesak, bahkan Via benar-benar kesulitan bernapas. “Oh Tuhan… Tolong kami, Tuhan..!” jerit Via dalam doanya bersama suami dan anaknya, hampir setiap malam. Mereka bergandengan tangan, berpelukan, dan menangis bersama. Dalam hati kecil Via sendiri, pikiran akan kematian mulai terasa menyerang dan melemahkan dirinya, “Bagaimana kalau aku mati, Tuhan? Bagaimana dengan anakku, anakku masih kecil…”

 

Yang berbeda, di hadapan sahabat-sahabatnya, Via tidak pernah menunjukkan dirinya sedang lemah. Setiap hari Via tetap menulis jurnal dan membagikan hasil perenungannya membaca Firman Tuhan kepada mereka semua. Tuhan bukan bekerja di dalam proses perjuangan Via ini. Semakin lama hari-hari berlalu dengan kesetiaan Via membaca Firman dan membuat jurnal, semakin kuat pula rohnya diteguhkan oleh Firman itu. Pikiran dan hatinya mulai berangsur-angsur semakin positif. Suatu hari, Via berkata kepada keluarga kecilnya dengan kesadaran yang dari Tuhan, “Pikiran kita terkuras oleh si Covid ini, ini tidak benar. Kita perlu secepat mungkin mengalihkan pikiran ke Firman Tuhan. Aku tidak mau buka celah untuk terus-menerus dikuasai oleh Covid…”

 

Namun, perjuangan Via sekeluarga memang rupanya bukan perjalanan yang terlalu singkat. Setelah dua pekan berlalu, hasil tes terbaru masih menunjukkan positif adanya virus dan penyakit itu, sehingga mereka tetap diwajibkan melakukan isolasi mandiri dan kemudian menjalani tes kembali dua pekan kemudian. Kondisi jasmani dan rohani Via pun bagaikan berada di roller coaster. Dia goyah. Batuk dan kesulitan bernapas kembali menyerang, tetapi kali ini hanya pada dirinya sendiri. Suaminya sudah tak lagi menampakkan gejala apa pun. “Oh Tuhan, belum selesaikah semua ini?” tanya hatinya memelas.

 

Via mulai menarik diri, perasaannya menjadi sensitif; dia tidak mau siapa pun mengetahui kondisi dirinya yang masih lemah. Via juga kini menyalahkan dirinya sendiri, mempertanyakan apa yang salah dengan dirinya, dan terintimidasi terus-menerus oleh banyak hal setiap harinya.

 

Kini, sahabat-sahabat Via menguatkan dia. Ada yang mengirimkan vitamin, membelikan buah-buahan, dan banyak juga yang mengirimkan bermacam-macam makanan untuknya. Melalui semua perbuatan baik itu, Via tersadar akan suara Tuhan yang lembut tetapi tegas berbicara kepadanya, “Aku Penjagamu, Aku Pemelihara hidupmu. Aku tidak akan membiarkanmu.”

 

Suara Tuhan inilah yang menembus jauh ke dalam diri Via. Tak lagi dipedulikannya apa yang tampak sebagai kesan orang banyak tentang dirinya, Via sekarang hanya berpegang pada suara Tuhan yang telah masuk dan tertanam di dalam jiwa dan rohnya. Kondisi mental Via pun mulai bangkit; imannya kembali menguat. Bagaimana pun hasil tes berikutnya nanti, Via yakin siap menerimanya. Kali ini, Via menaruh pengharapannya pada Tuhan.

 

Dalam proses iman pada hari-hari selanjutnya, salah satu ayat Firman Tuhan terus-menerus diperkatakan Via, “Aku mau mendengar apa yang hendak difirmankan Allah, TUHAN. Bukankah Ia hendak berbicara tentang damai kepada umat-Nya dan kepada orang-orang yang dikasihi-Nya, supaya jangan mereka kembali kepada kebodohan?” (Mazmur 85:9)

 

Seperti Daud menjadikan perkataan Tuhan adalah satu-satunya perintah dalam setiap sistem kehidupannya, demikian pula Via tersadar untuk menjadikan perkataan Tuhan pusat kendali di otaknya, yang mengemudikan seluruh tubuh dan hidupnya. Hanya perkataan Tuhanlah yang mau dia dengar; hanya perkataan Tuhanlah yang selalu mendatangkan damai baginya; dan hanya perkataan Tuhanlah yang sanggup membawa dirinya untuk berjalan maju dalam damai itu, bukan kembali hanyut dalam perasaan yang menjebaknya hingga hidup dalam kebodohan. Sambil tetap membuka telinga terhadap saran-saran atau analisis orang lain, Via membawa semua saran dan analisis itu kepada Tuhan. Dia membicarakannya dengan Tuhan, dan memilih mendengarkan serta menuruti apa yang Tuhan katakan bagi dirinya.

 

Hari demi hari berlalu dalam fase yang baru bagi Via dan keluarganya. Dia kini menginsafinya; sebagai orang percaya, bahkan orang yang dikenal rohani, tidak mungkin kita kebal terhadap masalah. Faktor penentu kemenangan kita dalam menjalani proses dan melewati masalah itu hingga tuntas justru ialah respons kita sendiri. Dunia bisa saja tidak semakin mudah atau nyaman seperti yang Firman Tuhan katakan dalam 2 Timotius 3:1, “Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar,” dan semuanya akan diguncangkan hingga tinggal tetap apa yang tak terguncangkan, tetapi kita perlu mengamati respons kita. Iman, kekhawatiran, atau ketakutankah respons kita? Bahkan, jika kita merasa dan mengaku beriman, apakah dasar dari iman itu? Kita “beriman teguh” karena kondisi kita masih aman dan baik-baik saja, atau kita beriman teguh karena perkataan Tuhan yang menguasai diri kita? Sungguhkah kita tidak goyah oleh kekuatan Firman Tuhan?

 

Ibrani 12:28-29 menjadi perenungan khusus bagi Via. “Jadi, karena kita menerima kerajaan yang tidak terguncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut. Sebab Allah kita adalah api yang menghanguskan.” Dua hal dicatatnya secara khusus dalam jurnal perenungan pribadinya, yaitu hal-hal yang membuat kita hidup tak terguncangkan:

  1. Tetap tinggal di dalam Firman Tuhan

Perkataan Tuhanlah yang harus menjadi kendali hidup kita, bukan keadaan. Kita memiliki Allah yang kasih-Nya tidak pernah tergoyahkan bagi kita, maka kita patut berpegang kepada kasih-Nya dan pribadi-Nya ini, sesuai Roma 8:38-39, “Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.

  1. Tetap tinggal di dalam komunitas

Ibrani 10:24-25 merupakan nasihat praktis untuk kita semua mengalami aliran Firman Tuhan yang penuh kasih dan penuh kuasa ini. Hidup bersama dalam komunitaslah salurannya. “Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik.Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.

 

Akhirnya, melewati proses panjang yang menempa imannya, Via pun bangkit dan menang. Bukan hanya hasil tes medis menunjukkan Via dan suaminya kini telah sembuh dan terbebas dari Covid-19, tetapi juga Via sekeluarga mendapatkan pengalaman berharga secara pribadi dengan Firman Tuhan. Sungguh, Dia ada dan bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi orang-orang yang mengasihi-Nya. Via yang sempat goyah, kini kuat terpelihara dalam Firman Tuhan!

 

 

Refleksi Pribadi:

  1. Ketidaknyamanan atau masalah apa yang sedang engkau alami sendiri secara pribadi atau di dalam keluarga saat ini?
  2. Bagaimana responsmu menghadapi masalah itu? Bagaimana engkau memandang masa depanmu atau hasil akhir dari masalah itu? Mengamati semua ini, apakah perkataan Tuhan atau keadaankah yang menguasai dirimu?
  3. Firman Tuhan yang mana yang secara khusus engkau dengar dan engkau renungkan dalam kaitan dengan masalah yang sedang engkau alami ini?
  4. Apakah engkau masih setia hidup di dalam komunitas sel dan saling membangun dengan Firman Tuhan bersama mereka di komunitas itu?
2020-06-26T17:23:12+07:00